Red Crown Glitter Ribbon

Sabtu, 24 Februari 2018

Essay Kitab Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal-Maudhu' ah wa Atsaruhas-Sayyi’ fil-Ummah dan Kitab Terjemahan




Pada tugas kedua mata kuliah Metodologi Studi Islam ini saya mengkaji kitab hadits dan terjemahannya. Kitab tersebut berjudul Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal-Maudhuah wa Atsaruhas-Sayyi fil-Ummah dan kitab terjemahannya berjudul Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu. Kitab ini berisi tentang 500 hadits yang dhaif dan maudhu. Yakni membahas tentang hadits-hadits yang tersebar namun ternyata hadits tersebut lemah (dha’if) atau bahkan palsu (maudhu’). Penyebaran hadits-hadits yang lemah akan keshahihannya bahkan haditsnya palsu bisa menimbulkan kebingungan bagi umat muslim khususnya masyarakat awam yang kebanyakan hanya menerima saja hadits yang tersebar.
Sebelum lebih jauh membahas isi kitab Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal-Maudhu ah wa Atsaruhas-Sayyi fil-Ummah dan kitab terjemahannya. Saya akan membahas tentang sistematika penulisan dan tampilan dari masing-masing kitab. Yang pertama saya akan membahas kitab aslinya. Kitab asli dengan judul yang cukup panjang seperti yang sudah saya tuliskan diatas memiliki sampul berwarna merah marun. Sampul depan dilengkapi dengan bingkai berwarna emas dan tulisan arab sedangkan sampul belakang tidak terdapat bingkai dan hanya ada simbol barcode berwarna emas. Berjumlah 503 halaman dengan panjang 24 cm, lebar 17 cm dan tebal 3 cm buku ini diterbitkan tahun 2004. Kertasnya menggunakan kertas hvs dengan tulisan berbahasa Arab tanpa harakat. Kitab yang ditulis oleh ulama ahli hadits bernama Muhammad Nashiruddin Al-albani membagi kitabnya menjadi 14 jilid. Kitab yang saya kaji ini adalah kitab jilid kedua.
Kitab terjemahannya sudah jelas memiliki sistematika penulisan dan tampilan yang berbeda. Cara membaca kitab terjemahan ini sama dengan membaca buku pada umumnya. Tidak seperti kitab aslinya yang cara membacanya dari bagian belakang. Bersampul depan warna ungu kebiru-biruan dengan motif kotak-kotak. Dilengkapi dengan judul serta nama penulis kitab. Sedangkan sampul belakang berwarna biru dengan tulisan yang menyinggung sedikit tentang kitab terjemahan ini. Kitab ini memiliki 450 halaman dengan panjang 21 cm, lebar 14 cm dan tebal 2,5 cm. Kitab yang diterbitkan tahun 1997 oleh Gema Insani Press ini ditulis oleh seorang penerjemah bernama A.M. Basalamah. Kertasnya menggunakan kertas kuning dengan tulisan berbahasa Arab untuk haditsnya dan bahasa Indonesia untuk terjemahan dan pembahasan tentang haditsnya.
Setelah membahas sistematika penulisan dan tampilan dari masing-masing kitab. Saya akan kembali membahas tentang isi dari kitab tersebut. Saya memilih untuk mengambil satu contoh hadits yang ada di kitab terjemahan. Berikut adalah salah satu contoh haditsnya :




  

Disitu disebutkan bahwa hadits tentang beri'tikaf di sepuluh hari terakhir ramadhan pahalanya sama seperti dua kali haji dan dua kali umrah adalah maudhu' atau  palsu karena perawinya atau orang yang meriwayatkan hadits tersebut ditolak riwayatnya oleh jumhur ahli hadits. Maksud dari Jumhur ahli hadits adalah mayoritas para ahli hadits menolak riwayat tersebut. selain jumhur ahli hadits ada Imam Bukhari yang juga menolak riwayat Muhammad bin Zadan.

Menurut saya hadits ini dikatakan palsu mungkin karena disebutkan tentang pahala yang dapat diterima oleh orang yang beri'tikaf. Selain itu juga karena perawinya yang tidak diakui oleb jumhur ahli hadits. Setahu saya hadits tentang beri'tikaf yang lain hanya menyebutkan bahwa Rasulullah Saw melakukan i'tikaf pada bulan ramadhan tepatnya di sepuluh hari terakhir dan beliau juga melakukan i'tikaf selama 20 hari di tahun beliau wafat. Yang jelas beritikaf sangat dianjurkan dan sangat bermanfaat. Diluar dari pendapat-pendapat tentang hadits seperti yang diatas. Wallahu a'lam.

BIOGRAFI MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI

Bernama lengkap Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Beliau lahir tahun 1333 H atau sama dengan 1915 M. Di kota Asqodar yang dulunya menjadi ibukota Albania. Meskipun dilahirkan di keluarga yang tidak berkecukupan beliau memiliki tingkat keagamaan yang tinggi.  Hal ini tidak lepas dari peran ayahnya, Al Haj Nuh, beliau pernah menimba ilmu di salah satu lembaga pwndidikan di Utsmaniyah (istambul). Saat pemerintahan berubah menjadi sekuler atas perintah Raja Ahmad Zagho. Beliau sekeluarga memutuskan untuk pindah ke Damaskus karena khawatir agama dan keluarganya menjadi terganggu. 
Setibanya di Damaskus, Syeih al-Albani kecil sudah belajar bahasa arab. Beliau sekolah hanya sampai tingkat ibtida'iyah. Kemudia  belajar tentang Al-Quran, ilmu-ilmu syar'i, ilmu-ilmu lughah, ilmu fiqih madzhab Hanafi,  dan ilmu nahwu bersama dengan ayahnya dan syeikh-syeikh lainnya. Syeikh al-Albani pernah bekerja menjadi tukang kayu namun tidak berhasil.  Setelah itu beliau mencoba membuka usaha reparasi jam yang didapat keterampilannya dari sang ayah. Usaha tersebut berhasil dan membuat Syeikh al-Albani menjadi semakin terkenal. Dan menjadi sumber penghasilan beliau.
Di umur sekitar 20-an beliau mulai menggeluti ilmu hadits. Beliau memulainya dengan menyalin salah satu kitab karya al-Iraqi. Meskipun hal ini ditentang keras oleh ayahnya karena dianggap sebagai pekerjaan yang tidak menguntungkan. Bukan malah menyerah Syeikh al-Albani tambah bersemangat untuk mempelajari ilmu hadits. Beliau bahkan sampai menutup toko untuk bisa berada di perpustakaan adh-Dhariyah di Damaskus. Beliau menghabiskan sekitar 12 jam di perpustakaan untuk menelaah, memberi catatan dan meminjam buku-buku yang ada disana. Namun beliau tetap tidak lupa akan kewajibannya menunaikan sholat.
Syeikh al-Albani pernah dipenjara sebanyak dua kali. Pertama dipenjara selama satu bulan dan yang kedua selama eadh-Dha'ifah wal Maudhu'ah. 
nam bulan. Hal ini terjadi karena beliau yang gigih dalam berdakwah untuk kembali kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw. dan memerangi bid'ah sehingga orang-orang yang dengki terhadapnya menyebarkan fitnah. Meski pernah dipenjara beliau tetap memiliki kontribusi dalam menghidupkan ilmu hadits. Salah satunya dsngan mengeluarkan beberapa karyanya, seperti Adabuz-zifaf fi As-Sunnah al-Muthaharah, Silsilah al-Hadita ash Shahihah, serta kitab yang saya kaji ini yaitu Silsilah al-Hadits


REFLEKSI

Kitab asli tentang hadits, tentang fiqih, atau tafsir memang mudah ditemukan di perpustakaan pusat IAIN Surakarta. Namun yang membuat hal ini menjadi membutuhkan usaha yang sedikit keras lagi, yaitu mencari kitab terjemahannya. Karena tidak setiap kitab asli yang ada di perpustakaan pusat tersedia kitab terjemahannya. Sedangkan saya harus mengkaji antara kitab asli dan kitab terjemahan. Ditambah lagi bukan hanya saya atau teman sekelas saya yang mencari tapi juga tiga kelas lainnya dalam waktu yang berdekatan.
Letak kitab asli yang ada di lantai dua dan kitab terjemahan yang ada di lantai satu membuat saya harus bolak balik melewati tangga. Awalnya saya mencari kitab terjemahannya lalu keatas untuk mencocokkannya dengan kitab-kitab asli yang tersedia. Mengelilingi rak-rak buku mencari kode yang sama seperti buku terjemahan yang saya bawa. Percobaan pertama tidak berhasil. Saya mengubah strategi, mengelilingi rak-rak itu lagi mencari kode buku yang banyak terdapat di rak lantai atas tersebut. Lalu mencarinya ke bawah dan saya menemukannya. Saya bawa ke atas dan saya cocokkan. Kode bukunya sama namun jilidnya yang berbeda. Saya ubah lagi strateginya. Dengan mengambil gambarnya supaya saya tidak naik turun tangga terus. Dan akhirnya ketemu yaitu Kitab dari Muhammad Nashiruddin al-Albani tentang silsilah hadits lemah dan palsu jilid dua
Kitab aslinya saya buka beberapa lembar lalu tidak saya lanjutkan. Penuh dengan tulisan bahasa arab yang saya tidak tahu artinya. Kemudian saya buka kitab terjemahannya terdapat ratusan hadits yang ternyata adalah hadits dengan keshahihan yang lemah bahkan palsu seperti yang saya cantumkan gambarnya diatas. Dari melihat-lihat isi kitab tersebut dan membacanya sekilas menunjukkan bahwa banyak hadits yang belum saya ketahui. Bahkan dari 500 hadits yang disuguhkan di kitab tersebut hanya beberapa yang saya tahu dan ternyata menurut kitab tersebut adalah lemah ataupun palsu.
Hal ini membuat saya belajar jika ingin melakukan atau mempraktikkan suatu hadits. Hadits itu sudah harus shahih dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karena banyak oknum-oknum yang menyalahgunkan bahkan memalsukan hadits untuk kebutuhan pribadinya atau mencapai tujuan tertentu. Jadi jangan hanya menerimanya lalu dipraktikkan atau disebarkan tanpa mencari keshahihannya. Tetapi bisa ditanyakan dahulu kepada ahli hadits atau dengan membaca-baca kitab seperti kitab karya Syeikh al-Albani ini. Jadi niat kita untuk mengikuti sunnah Rasul menjadi lebih ikhlas dan tenang. Karena hadits yang kita praktikkan sudah teruji kebenarannya.

HASIL PLAGRAMME











Sabtu, 03 Februari 2018

RESUME BUKU METODOLOGI STUDI ISLAM



Identitas Buku

     Judul Buku           : METODOLOGI STUDI ISLAM
                                    ( Ilustrasi Kajian Islam Ranah Normatif dan Empiris )
     Nama Penulis       : Aris Widodo, M.A
     Tahun Terbit         : 2014
     Penerbit                : CV. HIDAYAH Yogyakarta




Sisi Filosofis Al-Qur’an : Beberapa Kisah Ilustratif

Al-Qur’an sebagai buku petunjuk juga sebagai awal untuk mempelajari mata kuliah filsafat. Karena Al-Qur’an mengandung ilmu-ilmu tentang hukum, filsafat, dan tasawuf. Oleh sebab itu, Al-Qur’an dapat menjadi bahan untuk mendalami hal-hal terkait filosofis. Dengan merujuk pada 6 cabang filsafat, yaitu logika, epistemologi, kosmologi, metafisika, etika, dan estetika. Berikut dapat ditunjukkan dengan pemaparan salah satu kisah yang ada dalam Al-Qur’an tentang pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim. Perjalanan Nabi Ibrahim ini menunjukkan sisi Filosofis Al-Qur’an terkait dengan logika.
Dalam Surat Al-An'am ayat 76-79, diceritakan Nabi Ibrahim yang mencari tuhan lewat benda-benda langit.  Awalnya beliau memandang kerlip bintang. Lalu berpikir bintang adalah Tuhan. Ternyata bintang tadi hilang eksistensinya digantikan oleh rembulan. Ini adalah Tuhanku beliau berseru. Akan tetapi, rembulan hilang tergantikan matahari yang lebih menyilaukan sinarnya. Inilah Tuhanku beliau berseru. Namun silaunya iti hilang di telan malam. Nabi Ibrahim bingung, mengapa mereka semua terkalahkan.
Dari terkaan terhadap benda-benda langit itu timbul sebuah pemikiran. Bahwa Tuhan seharusnya tidak terkalahkan tidak pula bisa tergantikan . Karena Tuhan Maha Kuasa. Kalau begitu mereka (bintang, rembulan, dan matahari) bukanlah Tuhan. Maka pencarian Nabi Ibrahim tentang Tuhan dilanjutkan dengan meninggalkan alam-fisik menuju alam-metafisik (tidak terlihat). Kisah ini menimbulkan pertanyaan "Apa"  atau "Siapa" yang disebut dengan Tuhan. Seperti yang disebutkan sebelumnya melalui pernyatan beliau,  berarti Al-Qur’an telah memberikan karakteristik Tuhan bahwa Tuhan tidak "yang dikalahkan dan tergantikan" melainkan "Yang Maha Kuasa".
Logika kembali dipraktikkan oleh Nabi Ibrahim dengan menghancurkan berhala dan menyisakan yang paling besar. Ketika kaumnya menuduh bahwa ia yang telah melakukannya, beliau dengan cerdik menunjuk berhala paling besar yang telah menghancurkan. Kaumnya mengelak, tidak mungkin berhala itu yang melakukan. Nabi Ibrahim lalu membaliknya dengan pertanyaan, "lalu bagaimna kalian menyembah selain Allah sesuatu yanv tidak kuasa memberi manfaat dan mendatangkan mudharat kepada kalian?"  (Surat Al-Anbiya :62-66).
Menilik dari kehidupan Nabi Ibrahim tersebut,  jelas perjalanan dalam pencarian Tuhan melelui proses penalaran logika.  Dimulai dari pengamatan terhadap fakta-empiris atau berdasar pengalaman,  hingga menarik kesimpulan yang disebut dengan Tuhan ialah sesuatu yang bersifat metafisik namun memiliki kuasa yang besar. Itulah sisi Al-Qur’an tentang logika.  Kemudian ditilik kembali dari sisi filsafat cabang epistemologi . 
Epistemologi mempelajari pengetahuam, pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban mengenai pengetahuan yang dimiliki (Hardono Hadi, 1994,hlm.5).Dalam kaitannya deng epistemologi, Al-Qur’an salah satunya dalam sumber pengetahuan, misalnya kisah perjalanan Nabi Musa dalam mencari ilmu. Dalam surat Al-Kahfi :60-82 diceritakan tentang kisah Nabi Musa yang berguru kepada "hamba Allah" yang bisas disebut Khidr.  Khidr melakukan beberapa kelakuan "aneh"  seperti melubagi perahu,  membunuh pemuda,  dan menegakkan tembok rumah yang akan roboh. Kebingungan Nabi Musa timbul hingga ia paham setelah Khidr menjelaskan alasan perbuatan aneh yang selama ini dilakukan.  Ini membuktikan tentang pengetahuan yang bersifat hierarkis,  bertingkat-tingkat.
Cabang filsafat kosmologi yang mengkaji hakekat alam semesta. Al-Qur’an memberikan penjelasan tentang bagaimana alam semesta ini lahir. Di surat Al-Anbiya :30 " Tidaklah orang-orang yang ingkar itu melihatbahwa langit dan bumi itu pada awalnya adalah satu padu,  kemudian kami pisahkan keduanya ". Ayat ini bisa menjadi perenungan tentang apakah alam semesta itu kekal ataukah masih baru.
Beralih kita ke cabang filsafat metafisika mengenai hal-hal non-fisik. ilustrasinya bisa kita lihat kembali dalam perjalanan mencari Tuhan yang bersifat metafisik. Karena bersifat di seberang fisik, objek-objek yang disodorkan Al-Qur’an dapat menjadi bahan perenungan filosofis, apakah bisa dipertahankan secara rasional atau tidak.  Selanjutnya cabang filsafat etika dan estetika. Etika mendiskusikan tentang bagaimana kita menjalani kehidupan ini.  Dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang karakteristik orang munafik dan orang beriman saat melakukan sholat (surat An-Nisa':142 dan Al-Mu'minun:2).
Yang terakhir cabang filsafat estetika yang membahas hakekat keindahan. Dalam Al-Qur’an diceritakan di surat Yusuf:23-32 bahwa Zulaikha yang terpesona oleh keindahan dari dalam diri Yusuf.  Sehingga ia merayu Yusuf agar bisa merasakan keindahan tersebut. Itulah ilustrasi-ilustrasi dari sisi Filosofis Al-Qur’an dengan merujuk enam cabang filsafat, yaitu logika, epistemologi, kosmologi, metafisika, etika, dan estetika.

Tauhid Sosial sebagai Basis Pendidikan Islam :Sebuah Artikulasi Filosofis-Qurani

Pendidikan haruslah memiliki paradigma sebagai landasannya. Sama halnya dalam Pendidikan Islam. Bicara tentang Pendidikan Islam landasan yang menyokongnya haruslah yang mengandung prinsip-prinsip islam atau disebut paradigma islam sebagai asasnya. Lalu apa yang menjadi paradigma islam yang dapat kita kulik di dalam Al-Qur’an. Dengan ilustrasi pohon yang baik dan pohon yang buruk Al-Qur’an menjelaskan.
Pohon yang baik ialah yang akarnya kuat dan batangnya menjulang tinggi. Pohon yang buruk adalah yang akarnya tercabut sehingga tidak dapat berdiri. Pohon yang baik diibaratkan dengan kalimat yang baik, yang mana, yaitu seruan kepada Allah (tauhid) . Sedangkan pohon yang buruk diibaratkan kalimat yang buruk, yang mana, yaitu seruan yang bertentangan dengan tauhid, sirik.
Oleh karena itu, tauhid merupakan akar dari pohon yang baik. Maka bisa dijadikan tauhid sebagai paradigma pendidikan islam. Mengingat cabang yang ada pada pohon baik itu juga berbicara tentang pendidikan islam. Namun diketahui tauhid berbicara tentang ketuhanan,  sedangkan pendidikan islam berhubungan dengan pendidikan insan muslim. Maka muncul istilah "tauhid sosial".
Tauhid sosial ini mengkaitkan antara dimensi vertikal dan horizontal. Semisal saat mengerjakan puasa di bulan ramadhan adalah hubungan kita sebagai bentuk keimanan kepada Allah.  Setelah melakukan puasa kita diwajibkan membayar zakat fitrah. Zakat ini sebagai wujud dimensi horizontal. Dengan membayar zakat kita telah menjaga hubungan kita dengan sesama melalui bantuan yang kita berikan.  Maka dengan asas "tauhid sosial" sebagai paradigma pendidikan islam ini diharapkan dapat mengarahkan anak didik untuk dapat memiliki sensitivitas dalam dimensi vertikal sekaligus horizontal.

Per-satu-tubuhan sebagai Simbol Pola Relasi Laki-laki dan Perempuan : Sebuah Konsep Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an

Sejarah awal perempuan di Barat sudah menyandang stigma negatif. Hal ini ditilik dari kisah mitologi Yunani, Epimetheus dan istrinya, Pandora.  Epimetheus memperingati istrinya untuk tidak membuka sebuah kotak yang katanya berisi hal-hal negatif. Namun Pandora tidak menggubrisnya sehingga karena hal itu,  kekacauan dan penyakit menyebar ke seluruh dunia. Stigma negatif dapat dilihat juga dari kisah Siti Hawa yang dianggap telah menggoda Nabi Adam.
Seiring berjalannya waktu kesan terhadap perempuan mulai membaik ke arah positif. Hal ini dilihat dari dicantumkannya hak-hak perempuan untuk memberikan suara dalam pemilihan. Lebih luas lagi saat para buruh,  laki-laki maupun perempuan, menuntut perbaikan kesejahteraan dengan menaikkan upah mereka. Kemudian muncul Gerakan Feminisme, yang menuntut kebebasan peluang karier bagi perempuan yang berujung kepada kesetaraan gender untuk laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender ini menjadi konsen para pemikir muslim, misalnya, Nasaruddin Umar dan Siti Musdah Mulia.
Nasaruddin Umar dalam bukunya,  Argumen Kesetaraan Jender:Perspektif Al-Qur’an menjelaskan tentang persamaan laki-laki dan perempuan dalam konteks sebagai hamba,  yang sama-sama memiliki hawa nafsu dan berpotensi mendapatkan ridho Allah. Dalam kisah lainnya ketika zaman jahiliyh bayi perempuan harus dibunuh. Al-Qur’an berupaya untuk menghilangkan kebiasaan itu dengan meningkatkan martabat perempuan secara bertahap.  Sekali tiga uang dengan Siti Musdah Mulia,  dalam bukunya Muslimah Reformis:Perempuan Pembaru Keagamaan yang menyatakan laki-laki dan perempuan sama sebagai hamba Allah.

Teka-teki Ke-kekala-an Akhirat : Apresiasi atas Pemikiran Agus Mustofa (1963-...)

Permasalahan tentang kekal tidaknya akhirat ini menjadi sorotan seorang pemikir Muslim, yaitu Agus Mustofa. Pria kelahiran Malang ini selalu berupaya menghubungkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan temuan-temuan sains modern.  Seperti saat beliau menerbitkan salah satu bukunya,  Ternyata Akhirat tidak Kekal. AM sapaan akrabnya terlebih dulu mendiskusikan tentang akhirat yang merupakan sesuatu yang ghaib. Menurutnya Ghaib itu relatif, bisa saja sesuatu dianggap ghaib bagi seseorang,  namun tidak bagi bagi orang lain. Misalnya kisah Nabi Nuh di surat Hud:49 yang sebenarnya tidak ghaib bagi yang mengalaminya, tetapi ghaib bagi yang tidak mengalaminya.
Kembali kepada pembuktian AM dengan berdasar ayat-ayat Al-Qur’an yang dihubungkan dengan sains modern. Kita lihat surat Al-A'raf:25 "Katakanlah : di bumi itulah kalian hidup,  dan di bumi itu kalian mati,  dan di bumi itu pula kalian akan dibangkitkan". AM menegaskan bahwa manusia sejak lahir,  kemudian mati,  lalu dibangkitkan kembali, semuanya terjadi di bumi. Selain itu pada surat Ibrahim:48 "Pada hari diganti bumi ini dengan bumi yang lain, dan demikian pula langit, dan mereka menghadap kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". AM menyimpulkan bahwa kehidupan akhirat juga akan terjadi di dunia.
AM juga membuat pernyataan bahwa kiamat dibagi menjadi dua, yaitu kiamat bumi dan kiamat alam semesta. Mengenai kiamat bumi merujuk pada surat Al-Mulk:16-17 tentang Allah yang akan menenggelamkan dan menjungkirbalikkan bumi selaras dengan perkiraan teori sains bahwa beberapa ribu tahun kemudian kita akan di serang oleh jutaan batu meteor. AM juga memaparkan tentang para penghuni surga dan neraka akan tinggal ditempatnya masing-masing selama 15 miliar tahun. Merujuk pada teori sains bahwa proses mengembangnya alam semesta akan berakhir setelah 15 miliar tahun.
Pemikiran-pemikiran Agus Mustofa yang berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan teori-teori sains yang saling berhubungan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata akhirat tidak kekal. Pernyataan ini diperkuat dengan 2 statement : "Semua kehidupan baik di dunia maupun diakhirat, dari Adam dan Hawa, hingga kehidupan akhirat nanti,  semuanya terlaksana di bumi." dan "Karena semuanya terlaksana dibumi maka kehidupan akhirat yang didalamnya terdapat surga dan neraka tidak akan kekal, sebab bumi pada akhirnya akan hancur".

Anasir Filantropi dalam Prosesi Idul Fitri :Tinjauan Filsafat Hukum Islam dalam Khazanah Ritual Islam

Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam tulisannya berjudul Makna Idul Fitri/Adha mengkritik pernyataan tentang pengartian hari raya idul fitri sebagai "kembali kepada fitrah (suci) “. Padahal sudah jelas ditelaah dari segi bahasa dan syara perbedaannya. Dari segi bahasa jelas berbeda makna fitr yang berarti" berbuka" dengan fitrah yang artinya "suci". Yang sama sekali tidak ada keterkaitan. Dari segi syara,  hadist-hadist menjelaskan tentang Idul Fitri yaang artinya "kembali berbuka".
Namun tidaklah salah jika pemaknaan Idul Fitri sebagai Kembali kepada fitrah,  sebagaimana hadist tentang fungsi zakat fitrah sebagai pencuci dosa orang yang telah berpusa di bulan ramadhan. Zakat fitrah adalah upaya mewujudkan sifat rahmah atau kasih sayang, memiliki rasa simpati dan mau membantu mereka atau modern disebut dengan "Filantropi" (kedermawanan). Filantropi ini dibagi menjadi dua, filantropi zahir dan bathin.  Filantropi zahir dengan berinfaq, sedangkan bathin dengan memaafkan orang lain.
Serangkaian proses Idul Fitri yang dimulai dari berpuasa sebulan penuh pada bulan ramadhan, kemudian melaksanakan zakat fitri, dan barulah merayakan Idul Fitri telah dapat mewujudkan sifat rahmah atau kasih sayang. Menerapkan kedua filantropi sekaligus. Filantropi zahir dengan mengulurkan bantuan melalui zakat fitrah. sedangkan bathin dengan saling memaafkan atas kesalahan yang telah diperbuat.

Pandangan Umat Islam di Belanda mengenai Gerakan Ahmadiyah

Gerakan paling kontroversial dalam islam salah satunya ialah gerakan ahmadiyah.  Bagaimana tidak, pendirinya telah mengklaim diri sebagai mahdi, almasih, bahkan seorang nabi. Jelas klaim ini sangat bertentangan bagi mayoritas muslim. Walaupun tidak sedikit yang mau menerima keberadaan gerakan ini. Gerakan Ahmadiyah yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad muncul dalam situasi perjuangan India untuk mendapat kemerdekaan. Para umat Islam India dihadapkan pada pandangan tentang memilih tetap berjihad memperjuangkan atau mengambil sikap kooperatif dengan pemerintah Inggris. Mirza adalah salah satunya yang menyerukan untuk mengambil sikap kooperatif. Menurutnya berjihad tidaklah lagi relevan pada saat itu. 
Dukungan terhadap Mirza terus berdatangan seiring ajaran-ajaran agama islam yang terus dilancarkan. Namun antusiasme itu kemudian luntur ketika Mirza mengklaim diri sebagai mahdi, almasih, bahkan sebagai nabi.  Jelas sangat ditentang oleh muslim.  Umat islam percaya bahwa al Mahdi akan turun ketika akhir zaman bersama Nabi Isa, dan Nabi terakhir yang diutus oleh Allah ialah Nabi Muhammad SAW.
Pengikut Gerakan Ahmadiyah setelah kematian Mirza terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok Qadiani yang mengakui Mirza sebagai al Mahdi, al Masih, juga sebagai Nabi. Sedangkan kelompok Lahori yang hanya sampai pengakuan al Mahdi dan al Masih. Meskipun begitu kedua kelompok tersebut tetap disebut sebagai gerakan Ahmadiyah.
Gerakan Ahmadiyah didepan mata para ulama seperti Muhammad Iqbal,  Abu A'la Maududi dan Abul Hasan Ali Nadvi menentang keras gerakan tersebut. Mereka menganggap bahwa kelompok qadiani sebagai kelompok pengkhianat agama islam. Mereka dipandang bukan lagi sebagai muslim. Yang berarti umat muslim dapat menyebutnya deng orang-orang yang kafir. Ditegaskan lagi dengan konferensi organisasi-organisasi islam yang diselenggarakan di Mekkah.  Menyatakan bahwa gerakan Ahmadiyah bukanlah gerakan islam dan mereka bukanlah seorang muslim.  Kemudian dilarangnya mereka memasuki tanah suci. Melarang penyebaran gerakan Ahmadiyah dan memboikotnya.
Pandangan gerakan Ahmadiyah di Belanda memunculkan variasi jawaban,  entah dari organisasi-organisasi islam di Belanda atau dari individu independennya. Organisasi islam di Belanda seperti NMO (Netherlandse Muslim Omroep)  dan CMO (Contactorgaan Muslim en Overheid). Bersumber dari staf CMO sebagai wakil dari enam organisasi dibawah CMO. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada yang menerima dan ada yang dengan tegas menolak gerakan Ahmadiyah, namun ada juga yang memilih tidak mau menghakimi Ahmadiyah.
Senada dengan pendapat organisasi-organisasi islam tersebut. Individu independen yang diwakili para imam masjid. Dari Turki yang menganggap Ahmadiyah bukanlah kelompok muslim. Pandangan kedua dari maroko yang menganggap Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran islam tanpa memberi penilaian tentang apakah Ahmadiyah masih muslim atau tidak.  Pandangan yang terakhir datang dari imam asal Indonesia yang mengatakan bahwa ajaran qadiani dan lahori tentang klaim mereka itu menyimpang dari agama islam.  Namun mereka tetap menganggap sebagai muslim karena masih menyebutkan dua kalimat syahadat.

Siklus Kehidupan Manusia dalam Perspektif Filsafat Budaya

Manusia mengalami beberapa fase perkembangan dalam perjalanannya. Dalam perspektif filsafat budaya. Siklus kehidupan manusia ditandai dengan fase-fase perkembangan dengan ritual-ritual yang disebut rites of passage. Ritual-ritual tersebut dilakukan dengan berbagai varian sesuai kelompok masyarakat masing-masing. Contohnya dalam perubahasan status yang dialami seseorang yang telah melalui siklus kehidupan.
Ritual yang berkaitan dengan perubahan status ini misalnya kelahiran. Hadirnya seorang bayi dapat mengubah status baik bagi si bayi atau orangtua bayi itu sendiri. Yang dahulunya berstatus sebagai suami-istri sekarang bertambah status menjadi ibu-bapak. Jauh sebelum mereka menjadi suami-istri, mereka adalah dua individu yang tidak punya hubungan. Hingga mereka melakukan ritual pernukahan lalu berubah status menjadi suami-istri. Ritual pada saat kelahiran berbeda disetiap kelompok masyarakat. Contohnya menurut ajaran islam. Setelah kelahiran bayi akan diadakan aqiqahan. Jika bayi itu laki-laki, diumur tertentu, akan diadakan ritial sunatan.

Dengan beraneka ragam ritual budaya yang ada di kelompok masyarakat. Namun mereka memiliki pola pemikiran yang sama. Tujuan mereka mengadakan serangkaian rite of passage ini tak lain untuk mendapatkan berkat-Nya sehingga saat di fase kehidupan selanjytnya tidak mengalami hambatan.  



                                                                  Hasil Pengecekan Plagramme