Identitas Buku
Judul Buku : METODOLOGI STUDI ISLAM
( Ilustrasi Kajian Islam Ranah Normatif dan Empiris )
Nama
Penulis : Aris Widodo, M.A
Tahun
Terbit : 2014
Penerbit : CV. HIDAYAH Yogyakarta
Penerbit : CV. HIDAYAH Yogyakarta
Sisi Filosofis Al-Qur’an : Beberapa Kisah Ilustratif
Al-Qur’an
sebagai buku petunjuk juga sebagai awal untuk mempelajari mata kuliah filsafat.
Karena Al-Qur’an mengandung ilmu-ilmu tentang hukum, filsafat, dan tasawuf.
Oleh sebab itu, Al-Qur’an dapat menjadi bahan untuk mendalami hal-hal terkait
filosofis. Dengan merujuk pada 6 cabang filsafat, yaitu logika, epistemologi,
kosmologi, metafisika, etika, dan estetika. Berikut dapat ditunjukkan dengan
pemaparan salah satu kisah yang ada dalam Al-Qur’an tentang pencarian Tuhan
oleh Nabi Ibrahim. Perjalanan Nabi Ibrahim ini menunjukkan sisi Filosofis
Al-Qur’an terkait dengan logika.
Dalam
Surat Al-An'am ayat 76-79, diceritakan Nabi Ibrahim yang mencari tuhan lewat
benda-benda langit. Awalnya beliau
memandang kerlip bintang. Lalu berpikir bintang adalah Tuhan. Ternyata bintang
tadi hilang eksistensinya digantikan oleh rembulan. Ini adalah Tuhanku beliau
berseru. Akan tetapi, rembulan hilang tergantikan matahari yang lebih
menyilaukan sinarnya. Inilah Tuhanku beliau berseru. Namun silaunya iti hilang
di telan malam. Nabi Ibrahim bingung, mengapa mereka semua terkalahkan.
Dari
terkaan terhadap benda-benda langit itu timbul sebuah pemikiran. Bahwa Tuhan
seharusnya tidak terkalahkan tidak pula bisa tergantikan . Karena Tuhan Maha
Kuasa. Kalau begitu mereka (bintang, rembulan, dan matahari) bukanlah Tuhan.
Maka pencarian Nabi Ibrahim tentang Tuhan dilanjutkan dengan meninggalkan
alam-fisik menuju alam-metafisik (tidak terlihat). Kisah ini menimbulkan
pertanyaan "Apa" atau
"Siapa" yang disebut dengan Tuhan. Seperti yang disebutkan sebelumnya
melalui pernyatan beliau, berarti
Al-Qur’an telah memberikan karakteristik Tuhan bahwa Tuhan tidak "yang
dikalahkan dan tergantikan" melainkan "Yang Maha Kuasa".
Logika
kembali dipraktikkan oleh Nabi Ibrahim dengan menghancurkan berhala dan
menyisakan yang paling besar. Ketika kaumnya menuduh bahwa ia yang telah
melakukannya, beliau dengan cerdik menunjuk berhala paling besar yang telah
menghancurkan. Kaumnya mengelak, tidak mungkin berhala itu yang melakukan. Nabi
Ibrahim lalu membaliknya dengan pertanyaan, "lalu bagaimna kalian
menyembah selain Allah sesuatu yanv tidak kuasa memberi manfaat dan
mendatangkan mudharat kepada kalian?"
(Surat Al-Anbiya :62-66).
Menilik
dari kehidupan Nabi Ibrahim tersebut,
jelas perjalanan dalam pencarian Tuhan melelui proses penalaran
logika. Dimulai dari pengamatan terhadap
fakta-empiris atau berdasar pengalaman,
hingga menarik kesimpulan yang disebut dengan Tuhan ialah sesuatu yang
bersifat metafisik namun memiliki kuasa yang besar. Itulah sisi Al-Qur’an
tentang logika. Kemudian ditilik kembali
dari sisi filsafat cabang epistemologi .
Epistemologi
mempelajari pengetahuam, pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban
mengenai pengetahuan yang dimiliki (Hardono Hadi, 1994,hlm.5).Dalam kaitannya
deng epistemologi, Al-Qur’an salah satunya dalam sumber pengetahuan, misalnya
kisah perjalanan Nabi Musa dalam mencari ilmu. Dalam surat Al-Kahfi :60-82
diceritakan tentang kisah Nabi Musa yang berguru kepada "hamba Allah"
yang bisas disebut Khidr. Khidr
melakukan beberapa kelakuan "aneh"
seperti melubagi perahu, membunuh
pemuda, dan menegakkan tembok rumah yang
akan roboh. Kebingungan Nabi Musa timbul hingga ia paham setelah Khidr
menjelaskan alasan perbuatan aneh yang selama ini dilakukan. Ini membuktikan tentang pengetahuan yang
bersifat hierarkis, bertingkat-tingkat.
Cabang
filsafat kosmologi yang mengkaji hakekat alam semesta. Al-Qur’an memberikan
penjelasan tentang bagaimana alam semesta ini lahir. Di surat Al-Anbiya :30
" Tidaklah orang-orang yang ingkar itu melihatbahwa langit dan bumi itu
pada awalnya adalah satu padu, kemudian
kami pisahkan keduanya ". Ayat ini bisa menjadi perenungan tentang apakah
alam semesta itu kekal ataukah masih baru.
Beralih
kita ke cabang filsafat metafisika mengenai hal-hal non-fisik. ilustrasinya
bisa kita lihat kembali dalam perjalanan mencari Tuhan yang bersifat metafisik.
Karena bersifat di seberang fisik, objek-objek yang disodorkan Al-Qur’an dapat menjadi
bahan perenungan filosofis, apakah bisa dipertahankan secara rasional atau
tidak. Selanjutnya cabang filsafat etika
dan estetika. Etika mendiskusikan tentang bagaimana kita menjalani kehidupan
ini. Dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang
karakteristik orang munafik dan orang beriman saat melakukan sholat (surat
An-Nisa':142 dan Al-Mu'minun:2).
Yang
terakhir cabang filsafat estetika yang membahas hakekat keindahan. Dalam
Al-Qur’an diceritakan di surat Yusuf:23-32 bahwa Zulaikha yang terpesona oleh
keindahan dari dalam diri Yusuf.
Sehingga ia merayu Yusuf agar bisa merasakan keindahan tersebut. Itulah
ilustrasi-ilustrasi dari sisi Filosofis Al-Qur’an dengan merujuk enam cabang
filsafat, yaitu logika, epistemologi, kosmologi, metafisika, etika, dan estetika.
Tauhid Sosial
sebagai Basis Pendidikan Islam :Sebuah Artikulasi Filosofis-Qurani
Pendidikan
haruslah memiliki paradigma sebagai landasannya. Sama halnya dalam Pendidikan
Islam. Bicara tentang Pendidikan Islam landasan yang menyokongnya haruslah yang
mengandung prinsip-prinsip islam atau disebut paradigma islam sebagai asasnya.
Lalu apa yang menjadi paradigma islam yang dapat kita kulik di dalam Al-Qur’an.
Dengan ilustrasi pohon yang baik dan pohon yang buruk Al-Qur’an menjelaskan.
Pohon
yang baik ialah yang akarnya kuat dan batangnya menjulang tinggi. Pohon yang
buruk adalah yang akarnya tercabut sehingga tidak dapat berdiri. Pohon yang
baik diibaratkan dengan kalimat yang baik, yang mana, yaitu seruan kepada Allah
(tauhid) . Sedangkan pohon yang buruk diibaratkan kalimat yang buruk, yang
mana, yaitu seruan yang bertentangan dengan tauhid, sirik.
Oleh
karena itu, tauhid merupakan akar dari pohon yang baik. Maka bisa dijadikan
tauhid sebagai paradigma pendidikan islam. Mengingat cabang yang ada pada pohon
baik itu juga berbicara tentang pendidikan islam. Namun diketahui tauhid
berbicara tentang ketuhanan, sedangkan
pendidikan islam berhubungan dengan pendidikan insan muslim. Maka muncul
istilah "tauhid sosial".
Tauhid
sosial ini mengkaitkan antara dimensi vertikal dan horizontal. Semisal saat
mengerjakan puasa di bulan ramadhan adalah hubungan kita sebagai bentuk
keimanan kepada Allah. Setelah melakukan
puasa kita diwajibkan membayar zakat fitrah. Zakat ini sebagai wujud dimensi
horizontal. Dengan membayar zakat kita telah menjaga hubungan kita dengan
sesama melalui bantuan yang kita berikan.
Maka dengan asas "tauhid sosial" sebagai paradigma pendidikan
islam ini diharapkan dapat mengarahkan anak didik untuk dapat memiliki
sensitivitas dalam dimensi vertikal sekaligus horizontal.
Per-satu-tubuhan
sebagai Simbol Pola Relasi Laki-laki dan Perempuan : Sebuah Konsep Kesetaraan
Gender dalam Al-Qur’an
Sejarah
awal perempuan di Barat sudah menyandang stigma negatif. Hal ini ditilik dari
kisah mitologi Yunani, Epimetheus dan istrinya, Pandora. Epimetheus memperingati istrinya untuk tidak
membuka sebuah kotak yang katanya berisi hal-hal negatif. Namun Pandora tidak
menggubrisnya sehingga karena hal itu,
kekacauan dan penyakit menyebar ke seluruh dunia. Stigma negatif dapat
dilihat juga dari kisah Siti Hawa yang dianggap telah menggoda Nabi Adam.
Seiring
berjalannya waktu kesan terhadap perempuan mulai membaik ke arah positif. Hal
ini dilihat dari dicantumkannya hak-hak perempuan untuk memberikan suara dalam
pemilihan. Lebih luas lagi saat para buruh,
laki-laki maupun perempuan, menuntut perbaikan kesejahteraan dengan
menaikkan upah mereka. Kemudian muncul Gerakan Feminisme, yang menuntut
kebebasan peluang karier bagi perempuan yang berujung kepada kesetaraan gender
untuk laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender ini menjadi konsen para
pemikir muslim, misalnya, Nasaruddin Umar dan Siti Musdah Mulia.
Nasaruddin
Umar dalam bukunya, Argumen Kesetaraan
Jender:Perspektif Al-Qur’an menjelaskan tentang persamaan laki-laki dan
perempuan dalam konteks sebagai hamba,
yang sama-sama memiliki hawa nafsu dan berpotensi mendapatkan ridho
Allah. Dalam kisah lainnya ketika zaman jahiliyh bayi perempuan harus dibunuh.
Al-Qur’an berupaya untuk menghilangkan kebiasaan itu dengan meningkatkan
martabat perempuan secara bertahap.
Sekali tiga uang dengan Siti Musdah Mulia, dalam bukunya Muslimah Reformis:Perempuan
Pembaru Keagamaan yang menyatakan laki-laki dan perempuan sama sebagai hamba
Allah.
Teka-teki
Ke-kekala-an Akhirat : Apresiasi atas Pemikiran Agus Mustofa (1963-...)
Permasalahan
tentang kekal tidaknya akhirat ini menjadi sorotan seorang pemikir Muslim,
yaitu Agus Mustofa. Pria kelahiran Malang ini selalu berupaya menghubungkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan temuan-temuan sains modern. Seperti saat beliau menerbitkan salah satu
bukunya, Ternyata Akhirat tidak Kekal.
AM sapaan akrabnya terlebih dulu mendiskusikan tentang akhirat yang merupakan
sesuatu yang ghaib. Menurutnya Ghaib itu relatif, bisa saja sesuatu dianggap
ghaib bagi seseorang, namun tidak bagi
bagi orang lain. Misalnya kisah Nabi Nuh di surat Hud:49 yang sebenarnya tidak
ghaib bagi yang mengalaminya, tetapi ghaib bagi yang tidak mengalaminya.
Kembali
kepada pembuktian AM dengan berdasar ayat-ayat Al-Qur’an yang dihubungkan
dengan sains modern. Kita lihat surat Al-A'raf:25 "Katakanlah : di bumi
itulah kalian hidup, dan di bumi itu
kalian mati, dan di bumi itu pula kalian
akan dibangkitkan". AM menegaskan bahwa manusia sejak lahir, kemudian mati, lalu dibangkitkan kembali, semuanya terjadi
di bumi. Selain itu pada surat Ibrahim:48 "Pada hari diganti bumi ini
dengan bumi yang lain, dan demikian pula langit, dan mereka menghadap kepada
Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". AM menyimpulkan bahwa kehidupan
akhirat juga akan terjadi di dunia.
AM
juga membuat pernyataan bahwa kiamat dibagi menjadi dua, yaitu kiamat bumi dan
kiamat alam semesta. Mengenai kiamat bumi merujuk pada surat Al-Mulk:16-17
tentang Allah yang akan menenggelamkan dan menjungkirbalikkan bumi selaras
dengan perkiraan teori sains bahwa beberapa ribu tahun kemudian kita akan di
serang oleh jutaan batu meteor. AM juga memaparkan tentang para penghuni surga
dan neraka akan tinggal ditempatnya masing-masing selama 15 miliar tahun.
Merujuk pada teori sains bahwa proses mengembangnya alam semesta akan berakhir
setelah 15 miliar tahun.
Pemikiran-pemikiran
Agus Mustofa yang berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan teori-teori sains yang
saling berhubungan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata akhirat tidak
kekal. Pernyataan ini diperkuat dengan 2 statement : "Semua kehidupan baik
di dunia maupun diakhirat, dari Adam dan Hawa, hingga kehidupan akhirat
nanti, semuanya terlaksana di
bumi." dan "Karena semuanya terlaksana dibumi maka kehidupan akhirat
yang didalamnya terdapat surga dan neraka tidak akan kekal, sebab bumi pada
akhirnya akan hancur".
Anasir
Filantropi dalam Prosesi Idul Fitri :Tinjauan Filsafat Hukum Islam dalam
Khazanah Ritual Islam
Abdul
Hakim bin Amir Abdat dalam tulisannya berjudul Makna Idul Fitri/Adha mengkritik
pernyataan tentang pengartian hari raya idul fitri sebagai "kembali kepada
fitrah (suci) “. Padahal sudah jelas ditelaah dari segi bahasa dan syara
perbedaannya. Dari segi bahasa jelas berbeda makna fitr yang berarti"
berbuka" dengan fitrah yang artinya "suci". Yang sama sekali
tidak ada keterkaitan. Dari segi syara,
hadist-hadist menjelaskan tentang Idul Fitri yaang artinya "kembali
berbuka".
Namun
tidaklah salah jika pemaknaan Idul Fitri sebagai Kembali kepada fitrah, sebagaimana hadist tentang fungsi zakat
fitrah sebagai pencuci dosa orang yang telah berpusa di bulan ramadhan. Zakat
fitrah adalah upaya mewujudkan sifat rahmah atau kasih sayang, memiliki rasa
simpati dan mau membantu mereka atau modern disebut dengan "Filantropi"
(kedermawanan). Filantropi ini dibagi menjadi dua, filantropi zahir dan
bathin. Filantropi zahir dengan
berinfaq, sedangkan bathin dengan memaafkan orang lain.
Serangkaian
proses Idul Fitri yang dimulai dari berpuasa sebulan penuh pada bulan ramadhan,
kemudian melaksanakan zakat fitri, dan barulah merayakan Idul Fitri telah dapat
mewujudkan sifat rahmah atau kasih sayang. Menerapkan kedua filantropi
sekaligus. Filantropi zahir dengan mengulurkan bantuan melalui zakat fitrah.
sedangkan bathin dengan saling memaafkan atas kesalahan yang telah diperbuat.
Pandangan Umat
Islam di Belanda mengenai Gerakan Ahmadiyah
Gerakan
paling kontroversial dalam islam salah satunya ialah gerakan ahmadiyah. Bagaimana tidak, pendirinya telah mengklaim
diri sebagai mahdi, almasih, bahkan seorang nabi. Jelas klaim ini sangat
bertentangan bagi mayoritas muslim. Walaupun tidak sedikit yang mau menerima
keberadaan gerakan ini. Gerakan Ahmadiyah yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad
muncul dalam situasi perjuangan India untuk mendapat kemerdekaan. Para umat
Islam India dihadapkan pada pandangan tentang memilih tetap berjihad
memperjuangkan atau mengambil sikap kooperatif dengan pemerintah Inggris. Mirza
adalah salah satunya yang menyerukan untuk mengambil sikap kooperatif. Menurutnya
berjihad tidaklah lagi relevan pada saat itu.
Dukungan
terhadap Mirza terus berdatangan seiring ajaran-ajaran agama islam yang terus
dilancarkan. Namun antusiasme itu kemudian luntur ketika Mirza mengklaim diri
sebagai mahdi, almasih, bahkan sebagai nabi.
Jelas sangat ditentang oleh muslim.
Umat islam percaya bahwa al Mahdi akan turun ketika akhir zaman bersama
Nabi Isa, dan Nabi terakhir yang diutus oleh Allah ialah Nabi Muhammad SAW.
Pengikut
Gerakan Ahmadiyah setelah kematian Mirza terpecah menjadi dua kelompok.
Kelompok Qadiani yang mengakui Mirza sebagai al Mahdi, al Masih, juga sebagai
Nabi. Sedangkan kelompok Lahori yang hanya sampai pengakuan al Mahdi dan al
Masih. Meskipun begitu kedua kelompok tersebut tetap disebut sebagai gerakan Ahmadiyah.
Gerakan
Ahmadiyah didepan mata para ulama seperti Muhammad Iqbal, Abu A'la Maududi dan Abul Hasan Ali Nadvi
menentang keras gerakan tersebut. Mereka menganggap bahwa kelompok qadiani
sebagai kelompok pengkhianat agama islam. Mereka dipandang bukan lagi sebagai
muslim. Yang berarti umat muslim dapat menyebutnya deng orang-orang yang kafir.
Ditegaskan lagi dengan konferensi organisasi-organisasi islam yang
diselenggarakan di Mekkah. Menyatakan
bahwa gerakan Ahmadiyah bukanlah gerakan islam dan mereka bukanlah seorang
muslim. Kemudian dilarangnya mereka
memasuki tanah suci. Melarang penyebaran gerakan Ahmadiyah dan memboikotnya.
Pandangan
gerakan Ahmadiyah di Belanda memunculkan variasi jawaban, entah dari organisasi-organisasi islam di
Belanda atau dari individu independennya. Organisasi islam di Belanda seperti
NMO (Netherlandse Muslim Omroep) dan CMO
(Contactorgaan Muslim en Overheid). Bersumber dari staf CMO sebagai wakil dari
enam organisasi dibawah CMO. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada yang menerima
dan ada yang dengan tegas menolak gerakan Ahmadiyah, namun ada juga yang
memilih tidak mau menghakimi Ahmadiyah.
Senada
dengan pendapat organisasi-organisasi islam tersebut. Individu independen yang
diwakili para imam masjid. Dari Turki yang menganggap Ahmadiyah bukanlah
kelompok muslim. Pandangan kedua dari maroko yang menganggap Ahmadiyah telah
menyimpang dari ajaran islam tanpa memberi penilaian tentang apakah Ahmadiyah
masih muslim atau tidak. Pandangan yang
terakhir datang dari imam asal Indonesia yang mengatakan bahwa ajaran qadiani
dan lahori tentang klaim mereka itu menyimpang dari agama islam. Namun mereka tetap menganggap sebagai muslim
karena masih menyebutkan dua kalimat syahadat.
Siklus Kehidupan
Manusia dalam Perspektif Filsafat Budaya
Manusia
mengalami beberapa fase perkembangan dalam perjalanannya. Dalam perspektif
filsafat budaya. Siklus kehidupan manusia ditandai dengan fase-fase
perkembangan dengan ritual-ritual yang disebut rites of passage. Ritual-ritual
tersebut dilakukan dengan berbagai varian sesuai kelompok masyarakat
masing-masing. Contohnya dalam perubahasan status yang dialami seseorang yang
telah melalui siklus kehidupan.
Ritual
yang berkaitan dengan perubahan status ini misalnya kelahiran. Hadirnya seorang
bayi dapat mengubah status baik bagi si bayi atau orangtua bayi itu sendiri.
Yang dahulunya berstatus sebagai suami-istri sekarang bertambah status menjadi
ibu-bapak. Jauh sebelum mereka menjadi suami-istri, mereka adalah dua individu
yang tidak punya hubungan. Hingga mereka melakukan ritual pernukahan lalu
berubah status menjadi suami-istri. Ritual pada saat kelahiran berbeda disetiap
kelompok masyarakat. Contohnya menurut ajaran islam. Setelah kelahiran bayi
akan diadakan aqiqahan. Jika bayi itu laki-laki, diumur tertentu, akan diadakan
ritial sunatan.
Dengan
beraneka ragam ritual budaya yang ada di kelompok masyarakat. Namun mereka
memiliki pola pemikiran yang sama. Tujuan mereka mengadakan serangkaian rite of
passage ini tak lain untuk mendapatkan berkat-Nya sehingga saat di fase
kehidupan selanjytnya tidak mengalami hambatan.
Hasil Pengecekan Plagramme
0 komentar:
Posting Komentar