Perceraian antara Taqy Malik dan Salmafina akhir-akhir ini menjadi kabar yang santer dibicarakan. Seorang hafizh qur’an yang menikah dengan mantan “badgirl” yang lalu memutuskan untuk hijrah membuat masyarakat penasaran bagaimana sih awal perkenalan mereka. Dari berita-berita yang saya baca perkenalan antara kedua insan ini tidak berlangsung lama. Berawal dari Salma yang mengirimkan direct message ke instagram Taqy lalu saling berkomunikasi lewat line pada akhirya Taqy mengajak Salma untuk berta’aruf. Tanggal 16 September 2017 mereka memutuskan untuk menikah muda pada usia Taqy Malik 20 tahun dan Salmafina 18 tahun. Sayangnya pernikahan ini berlangsung singkat, yaitu hanya bertahan selama tiga bulan saja. Mengapa mereka dengan mudahnya memutuskan untuk bercerai. Bukankah pernikahan itu hal yang sangat sakral yang diharapkan hanya terjadi sekali seumur hidup. Apa karena mereka belum cukup saling mengenal bagaimana kepribadian pasangan atau karena cinta mereka tidak begitu kuat?sehingga dengan mudahnya bercerai. Kalau tidak cinta ya kenapa nikah? Atau kalau tidak kenal ya kenapa nikah?. Menghindari zina? Jika menikah muda hanya menghindari zina tanpa adanya bekal yang baik dan akhirnya bercerai, meski diperbolehka bukakah Allah membenciya?.
Bicara tentang nikah muda saya termasuk orang yang menghindari hal itu terjadi terhadap saya. Sebenarnya bukan nikah mudanya juga sih yang salah hanya saja terburu-buru dalam memutuskan menikah muda tanpa persiapan atau bekal yang baik. Biasanya pernikahan pada usia ini hanya didasari oleh perasaan saling mencintai dan saling ketergantungan satu sama lain tanpa memikirkan bahwa kehidupan rumah tangga tidak hanya tentang rasa saja. Maka dari itu selain karena sangat tidak dianjurkan oleh orang tua saya. Umur yang muda masih memiliki tingkat keegoisan dan emosi yang belum stabil yang bukannya menyelesaikan masalah malah adu argumen karena tidak mau kalah. Anak-anak muda cenderung masih ingin menikmati masa-masa kebebasan. Namun kalau sudah menikah kita harus mengurusi segala sesuatu tentang rumah tangga apalagi kalau sudah punya anak. Sementara kita belum puas menikmati masa muda kita. Karena saat sudah menikah otomatis prioritas kita ada pada keluarga. Contohnya jika kita mau jalan-jalan dengan teman-teman, kita jadi tidak leluasa karena punya tanggung jawab mengurusi keluarga dirumah. Atau saat beli baju untuk diri sendiri tapi kepikiran anak yang susunya habis, malah nggak jadi beli deh.
Selain itu dalam segi kesehatan juga akan menimbulkan masalah. Di bawah usia 20 tahun bagi seorang perempuan organ reproduksinya belum siap untuk berhubungan atau mengandung. Jika sudah hamil maka berisiko mengalami keguguran bahkan kematian. Kedewasaan yang belum matang, ketidaksiapan dalam menyelesaikan masalah, dan emosi yang naik turun membuat masalah rumah tangga timbul seperti pertengkaran, kekerasan, bahkan perceraian. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian terjadi. Yang pertama adalah perselingkuhan. Kalau saya bilang point ini sangat sulit untuk ditolerir dalam suatu hubungan apalagi pernikahan. Pacar yang chattingan dengan perempuan lain saja kita marah-marah bahkan minta putus. Apalagi itu terjadi pada pasangan yang sudah resmi. Namun ada yang tetap bertahan demi masa depan anaknya. Pikiran paling pendek menurut saya tentang perselingkuhan mungkin karena seorang bosan dengan hubungnnya lalu mencari orang baru sebagai pelampiasan. Atau tergoda dengan perempuan lain atau seing disebut pelakor yang beritanya juga tidak kalah hebohnya.
Yang kedua karena KDRT atau Kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya ini terjadi pada suami yang melakukan kekerasan terhadap istri. Seorang istri adalah manusia yang lebih peka dalam memakai perasaan dan hati, kekerasan yang terjadi terhadapnya akan membuatnya lebih memilih memutuskan hubungan perkawinan daripada bertahan. Yang ketiga adalah perbedaan prinsip. Saat ini saya masih merasa bahwa alasan perceraian karena beda prinsip itu adalah hal yang kurang real. Tetapi jika dilihat tidak sedikit pasangan yang beda agama masih saja langgeng pernikahannya. Memangnya apa yang lebih berprinsip dari yang namanya agama?.
Mungkin saya bisa ambil contoh perdebatan antara kedua orangtua saya karena beda prinsip. Perdebatan tentang Adik saya yang mau disekolahkan di umur yang masih kecil. Ternyata hal tersebut bisa menjadi pertengkaran bagi mereka. Namun tidak sampai membuat mereka berpisah. Atau tentang istri boleh bekerja atau tidak setelah menikah. Itu juga menjadi hal yang ribet sebenarnya. Tapi jika kita mengenal sifat dan sikap pasangan kita saya rasa perceraian masih sebagai opsi yang urutannya paling akhir. Masalah-masalah seperti itu mudah terjadi pada pernikahan dini. Jika masalah-masalah tersebut tidak diselesaikan dengan kedewasaan, kepala dingin, menurunkan ego dan sikap saling respect. Maka orang yang menikah muda akan lebih rentan melakukan perceraian.
Masih banyak faktor lainnya yang membuat perceraian banyak terjadi. Saya rasa faktor-faktor tersebut terjadi karena banyak hal seperti yang tadi saya bilang tentang kurang mengenal kepribadian masing-masing karena terlalu singkat dalam tahap pengenalan atau karena pondasinya. Dalam hal ini menurut saya ialah rasa cinta kasih dan sayang yang seharusnya tetap menjadi alasan dasar dalam mempertahankan hubungan.Memang tidak semua pernikahan muda hanya berusia seumur jagung. Mungkin karena memang mereka yang memutuskan menikah muda sudah benar-benar memiliki bekal yang baik. Sehingga pernikahan tersebut bisa berlangsung lama. Tetapi saya tetap menghindari hal tersebut. Untuk bisa hidup bersama orang yang diharapkan dapat membimbing dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik. Hal itu membutuhkan proses pengenalan yang membutuhkan waktu untuk bisa saling tahu bagaimana pasangan kita dan juga memupuk rasa cinta kasih sayang agar semakin kuat. Maka nikah muda yang terburu-buru bukan menjadi pilihan saya.
1 komentar:
Nice sekalewww artikelnyaaa 💙💚💛💜 tapi btw teman sekelas saya kemaren ada yang nikah, mau baper tapi takut ehehehe :v
Posting Komentar